Secuil Kisah Siswa-Siswi Terbaik 2010

on Senin, 20 Desember 2010
Ilustrasi/Admin (KOMPAS)
Siapa yang tidak pernah mendengar nama pelajar dari SMAN 1 Gresik ini. Begitu pengumuman kelulusan ujian nasional tingkat SMA diumumkan, keesokan harinya nama Wildan menghiasi berbagai surat kabar lokal dan nasional. Ia meraih nilai UN tertinggi untuk jurusan IPA se-Jatim. Total nilai yang diraihnya 57,20 untuk 6 mata pelajaran dengan rata-rata 9,53 per mata pelajaran. Ia bahkan meraih nilai sempurna 10 untuk mapel matematika.
Hari-hari berikutnya namanya semakin dikenal oleh masyarakat. Beberapa stasiun TV (salah satunya saya ingat waktu itu TV One) menayangkan wawancara jarak jauh dengan dirinya. Saya bersiap untuk menyaksikan sosok remaja lugu itu merayakan kesuksesannya. Tapi saya salah.
Ilustrasi/Admin (KOMPAS)
Dengan logat jawa medoknya, Wildan bertutur bagaimana ia resah dan bingung setelah pengajuan bantuan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi yang ia sampaikan pada Dinas Pendidikan setempat ditolak. Bahkan, ia masih memiliki tunggakan uang pendidikan sebesar 1,58 juta ke sekolahnya. Ayahnya yang sempat berprofesi sebagai pengrajin kapur tulis itu kini menjadi pekerja serabutan semenjak usahanya gulung tikar. Penghasilan ayahnya hampir mustahil cukup untuk memenuhi biaya yang dipatok oleh PTN jaman sekarang. Bahkan untuk membeli formulir pendaftaran seharga ratusan ribu pun ia tak sanggup.
Dina Bhakti Pertiwi
Siswi asal SMAN 1 Jember ini meraih nilai UN SMA tertinggi untuk jurusan IPS se-Jatim. Nilai total yang ia raih 54,75 dengan rata-rata 9,13 per mata pelajaran. Perolehan hasil tersebut tak pelak membawa ketenaran tersendiri bagi Dina. Ia turut diundang TV One dalam acara Atas Nama Rakyat yang juga dihadiri oleh menteri pendidikan Muhammad Nuh.
Dalam acara itu, Dina mengaku sempat kebingungan untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi karena tidak ada biaya. Penghasilan ibunya yang sehari-hari berjualan nasi pecel (ayahnya sudah meninggal) tidak cukup untuk masuk universitas. Namun kemudian ia melihat masih ada peluang untuknya. Sejak jauh-jauh hari, ia mengubur impian untuk masuk universitas dan sebagai gantinya ia memilih melanjutkan ke sekolah kedinasan yang jauh lebih terjangkau.
Kendati demikian, Dina merasa masih lebih beruntung dari teman-temannya. Menurutnya, jumlah siswa miskin dan tidak berprestasi jauh lebih banyak oleh karena itu pemerintah tidak bisa selamanya mengandalkan program beasiswa.
Trias Desy Aristanty
Siswi SMAN 1 Malang ini meraih peringkat kedua UN SMA jurusan IPS se-Jatim dengan total nilai 52,90. Nasib yang dialaminya tak jauh berbeda dengan dua rekannya di atas. Trias yang ketika itu telah diterima di jurusan sastra perancis di salah satu PTN di kota Malang lewat jalur PSB kesulitan untuk membayar uang pangkal sebesar tujuh juta rupiah.
Keluarga Trias tidak mampu membayar sebesar itu, sedang pihak universitas tidak memberi keringanan melainkan hanya penundaan jatuh tempo pembayaran. Walhasil sang ayah yang berprofesi sebagai tukang servis barang elektronik ini rela menggadaikan BPKB sepeda motor miliknya ke koperasi setempat. Dari situ ia baru mendapat dua juta rupiah.
Tak kurang akal, Trias dan ayahnya mendatangi gedung DPRD Kota Malang. Trias, yang semasa sekolah pernah mengikuti pertukaran pelajar ke Jerman, memohon agar dirinya dibantu melunasi biaya masuk PTN yang semakin mendekati jatuh tempo. Usahanya berbuah. Aggota DPRD setempat langsung menghubungi pihak universitas. Akhirnya setelah disesak pihak universitas mau memberikan keringanan pada keluarga Trias.
Dan masih banyak ribuan siswa-siswi terbaik Indonesia lainnya…
Wildan, Dina, dan Trias hanya segelintir dari ribuan siswa-siswi Indonesia yang tercekik oleh mahalnya biaya pendidikan. Mereka menjadi saksi bagaimana pendidikan menjadi segitiga piramid bagi rakyat miskin seperti mereka. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin mereka tak kuasa menjangkau.
Anomali pendidikan Indonesia…

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/07/19/secuil-kisah-siswa-siswi-terbaik-2010/

0 komentar:

Posting Komentar